Sedih mendengar berpulangnya Ibunda dari Yabes, seorang anak pendeta di Wonorejo, desa kediaman istri saya. Saya mengenal orang tuanya sewaktu mengikuti Youth Camp di Beji, Malang. Kebetulan dia adalah gembala dari mama mertua saya dan waktu itu dia menjadi pembimbing kelompok kami. Beberapa tahun lalu Yabes ditinggal pergi ayahnya dan minggu ini dia kehilangan ibunya.
Nama Yabes adalah nama yang ’berat’. Orang tua cenderung akan menamai anaknya dengan hal-hal yang baik dan berisi harapan-harapan orang tuanya yang tercermin dalam arti nama anak itu. Anak kami, ” Jericho Jordan” berasal dari kata Jericho yang berarti ’berbau harum mewangi” dan Jordan yang berarti ”rendah hati”, jadi arti namanya ialah, ”Seorang yang memiliki karakter yang harum dan memiliki kerendahan hati.” Tapi tidak demikian dengan nama ”Yabes”. Yabes artinya ”Kesakitan”. Bayangkan, ”Apakah kesakitan dan penderitaan yang harus dialami seumur hidupnya .....?” Apakah ini takdir? Apakah ini tidak dapat ditolak?
Sebelum pertanyaan itu dijawab, kita pindah ke seorang pembicara yang Jumat lalu berbicara dalam pertemuan kami. ”Pacarnya” hamil oleh laki-laki lain dan sekarang pacarnya itu sedang di penjara karena terlibat kasus narkoba. Dengan menggelegar dia berkata,”Saya akan tunjukkan kepada Media (harusnya Art & Entertainment –red) bahwa ada pengampunan dalam Tuhan.....” Ooops..... apakah ini perlu dipertunjukkan?
Seorang murid saya pernah bertanya sama seperti di atas,” Jika pacar saya hamil dari pria lain, apakah saya terima dia kembali?” Saya jawab dengan Amsal, ”Orang yang mendapat seorang istri mendapat sesuatu yang baik. Istri adalah berkat yang diberikan TUHAN kepadanya.” Sebagai seorang Ayah, saya akan memberikan hadiah/berkat yang terbaik untuk anak saya, apalagi Tuhan, dia akan memberikan yang terbaik untuk kita. Orang yang tidak bisa mempertahankan komitmen tidak layak untuk dijadikan istri. ”Tapi...”, sangkal dia. ”Kita harus tunjukan pengampunan.” Pernikahan bukan untuk pertunjukan, pernikahan adalah komitmen antara seorang laki-laki dan perempuan untuk sehidup semati menjalani hidup ini dan hanya maut, sekali lagi saya katakan hanya maut yang dapat memisahkan. Dan hasilnya adalah keturunan Ilahi yang akan mewarisi sifat-sifat yang baik dari pasangan suami-istri ini.
Kalau akhirnya seorang tetap menikah dengan pasangan yang sudah ’cacat’ dan hidupnya terus menerus dihantui kecurigaan terhadap kesetiaan istrinya, apakah pernikahan seperti ini yang diharapkan. Bayangkan perasaannya setiap kali melihat anak yang bukan dari keturunannya. Apakah ini takdir....? Apakah ini tidak dapat ditolak?
Pemakaian narkoba adalah pilihan hidup. Saya sempat melihat tayangan yang dibawa oleh Jeffy S. Tjandra tentang seorang wanita yang mengalami kanker hampir di setiap bagian tubuhnya. Di tengah-tengah tayangan tersebut, saya dan istri berdiskusi bahwa itulah buah yang dituai dari kehidupan masa mudanya yang dipenuhi oleh pesta narkoba. Memang Tuhan memberi pengampunan, tetapi apa yang telah ditabur lewat perbuatannya, harus tetap dituai, khususnya dalam hal pengelolaan tubuh. Apakah ini takdir bahwa ia harus menderita kanker pada masa tuanya?
Jadi, bagaimana jawaban Amsal mengenai takdir,” Segala ketakutan orang jahat akan menjadi kenyataan, demikian juga segala harapan orang baik.” Ini di-amini oleh Hukum Murphy, ”bahwa jika yang buruk bisa terjadi, itu akan terjadi.” Tapi Hukum ini dibantah oleh Amsal dengan kata-kata selanjutnya,”demikian juga segala harapan orang baik.” Seorang pernah berkata,”Saya tidak kuatir mengenai jodoh yang akan diberikan Tuhan. Kalau saya baik, saya pasti akan akan mendapatkan jodoh yang baik juga.” Tepat sekali, jawabannya adalah menjadi ”orang baik”, maka hal-hal yang buruk atau dengan kata lain takdir, tidak harus terjadi.
Saya tampilkan dua kriteria ”orang baik” yang dicatat oleh Amsal.
1. Tulus
”Allah melindungi orang yang tulus, tetapi membinasakan yang jahat.” Kalau sudah dilindungi Tuhan, apalagi hal-hal buruk yang dapat menimpa kita?
”Orang yang tulus dipimpin oleh kejujurannya; orang jahat akan jatuh terhimpit oleh beban dosanya.” Ketulusan melalui pimpinan kejujuran adalah jaminan seorang tidak akan terhimpit oleh takdir. Takdir/hasil buruk yang biasanya terjadi pada seseorang adalah akibat dari sekumpulan tindakan-tindakan kecil yang salah, setelah terkumpul sedemikian rupa akan menghasilkan buah yang buruk.
2. Murah Hati
Amsal berkat, ”Orang yang suka menolong orang lain dengan hartanya mungkin saja bertambah kaya. Tetapi orang kikir mungkin kehilangan segala-galanya. Ya, orang yang murah hati akan menjadi kaya! Dengan menyirami orang lain, ia menyirami diri sendiri.” Dengan kata lain, tidak ada nasib buruk bagi orang yang murah hati. Seperti ada yang pernah berkata bahwa kita hidup seperti orang yang bergandengan tangan mengelilingi dunia ini, setiap apa yang kita berikan ke orang lain, suatu ketika itu akan kembali menemui kita. Jadi, untuk apa takut akan takdir?
Akhirnya mari kita ucapkan ”Doa Yabes”, ”Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!"
Dan apa jawaban Tuhan,”Allah mengabulkan permintaannya itu.” Keinginan hati dari Pencipta kita adalah agar kita tidak mengalami takdir yang buruk. Tanamkan ini dalam hati, jadikan sebagai panduan dalam mengenal Dia lebih dalam.
Jadi takdir memang dapat ditolak lewat campur tangan Tuhan dan juga lewat camput tangan kita dalam memilih tindakan yang baik.
Sumber : OBS/Klub Amsal
0 Comment:
Posting Komentar